𝐖𝐑𝐎𝐍𝐆 𝐂𝐇𝐎𝐈𝐂𝐄
#𝙻𝙾𝙾𝙲𝙰𝙻𝙸𝚂𝙼 : 1𝚜𝚝 𝚆𝚁𝙸𝚃𝙸𝙽𝙶 𝙴𝚅𝙴𝙽𝚃
; ⚠️ 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚒𝚗𝚒 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚊𝚍𝚊 𝚑𝚞𝚋𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚙𝚕𝚘𝚝 𝚞𝚝𝚊𝚖𝚊 ⚠️
𝐴 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑦 𝑏𝑦 : 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑅𝑎ℎ𝑎𝑟𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑅𝑎𝑣𝑒𝑛
𝘔𝘉𝘊 𝘕𝘌𝘞𝘚 : 𝘛𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘤𝘦𝘭𝘢𝘬𝘢𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘦𝘳𝘢𝘩 𝘏𝘢𝘯𝘺𝘢𝘯𝘨, 𝘚𝘦𝘰𝘶𝘭 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘙𝘢𝘣𝘶, 3 𝘑𝘶𝘯𝘪 2020 𝘱𝘶𝘬𝘶𝘭 7.00 𝘢.𝘮 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘣𝘢𝘣𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘵𝘦𝘸𝘢𝘴 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘮𝘶𝘳 𝘵𝘪𝘨𝘢 𝘱𝘶𝘭𝘶𝘩 𝘵𝘢𝘩𝘶𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘭𝘢𝘮𝘪 𝘤𝘪𝘥𝘦𝘳𝘢 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘭𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢. 𝘉𝘦𝘳𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘬𝘳𝘰𝘯𝘰𝘭𝘰𝘨𝘪𝘯𝘺𝘢.
Siaran radio itu meramaikan keheningan yang ada di mobil Aston Martin Vantage milik seorang pria bernetra hitam dengan setelan jas biru tua yang semakin menambah kesan gagah pada dirinya. Senyuman miring ditunjukan sebagai respon terhadap siaran radio yang didengarnya. Kecepatan mobil yang melebihi rata-rata melintas cepat di antara keramaian kota Seoul. Tak butuh waktu lama pria itu telah sampai pada tempat tujuannya, firma hukum Lawless Lawyer.
Suara langkah kaki tegas melengang gagah di koridor firma hukumnya, langkahnya terhenti saat seorang pegawai wanita menyapa dirinya.
"Pengacara Rangga, seorang tamu menunggu Anda," ucap pegawai berparas cantik itu.
Rangga yang kebingungan pun bertanya, "siapa? saya tidak ada janji temu hari ini."
"Tamu yang datang hari ini untuk kali pertama," ucap pegawai itu.
"Begitukah?" jawab Rangga cepat, ia pun langsung memasuki ruangannya.
" Annyeong-haseyo, saya pengacara Rangga Rahardian, siapa namamu?" tanya Rangga cepat.
"Nama saya Kang Dae Hee, saya meminta pengacara yang pernah menjadi jaksa, lalu saya disarankan untuk kemari," jawab sang klien.
Senyuman sombong dipamerkan Rangga, lalu ia menjawab, "kau benar, silakan duduk."
Rangga pun melanjutkan perkataannya, "tapi saya tak bisa menerima kasus sembarangan, saya harus mendengarkan kasusmu dan memutuskan apakah akan saya terima ...."
Orang yang saat ini menjadi klien itu memutus perkataan Rangga, ia langsung memperlihatkan segepok uang yang ada pada tasnya. Ia pun berkata, "aku bisa membayar sebanyak yang Anda mau."
Rangga dengan nada sombongnya menjawab orang itu. "Saya tak bertaruh pada uang. Saya bertaruh pada peluang. Tolong beritahu saya, bagaimana saya bisa membantu."
Orang yang bernama Kang Dae Hee itu mulai bercerita, tentu saja dengan mimik wajah menyedihkan terbumbui air mata. "Aku menerima tuduhan palsu, baru-baru ini aku terlibat kecelakaan, dan polisi menuduhku merekayasa kecelakaan itu demi ansuransi adikku. Bahkan surat penangkapanku sudah dikeluarkan, aku ...."
Belum menyelesaikan perkataannya, Rangga bertanya kepada Kang Dae Hee, "apakah surat itu menyatakan dirimu sengaja membunuh adikmu?"
Kang Dae Hee terlihat gugup, ia segera menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak, tidak. Aku belum melihat isi surat perintah itu. Aku pergi saat polisi datang."
"Maka kamu bahkan tidak tahu isi perintah surat itu." Perkataan Rangga ini membuat raut muka Kang Dae Hee menjadi lebih gelisah, ia terus menyangkal dan mencoba menjelaskan. Tetapi Rangga tak semudah itu ditipu oleh raut muka palsu. Ia segera menyadarkan kliennya.
"Jika saya masih seorang jaksa, kamu baru membuat kesalahan besar. Tapi jangan khawatir, kini saya seorang pengacara. Demi etika pengacara, saya tidak bisa membocorkan rahasia klien saya." Rangga menghentikan ucapannya sebentar, ia mendekatkan wajahnya pada sang klien.
Raut muka serius dan layaknya mengancam ditujukan pada sang klien. Ia mulai melanjutkan perkataannya. "Jika kau mau hidup, berbohonglah kepada jaksa. Tapi katakanlah kepada saya apa kemauanmu. Tindakanmu sekarang bagaikan menabur garam di laut." Ucapan ketus dari Rangga membuat Kang Dae Hee terlihat frustasi, ia menghembuskan napas panjang setelah mendengarkan ucapan Rangga itu. Namun, Rangga tak peduli tentang sikap kliennya yang mulai takut. Ia bahkan mulai mendesak kliennya untuk jujur.
"Maksud saya, kamu harus berterus terang kepadaku. Jadi, saya bisa memperbaiki letak kesalahannya. Apa kamu membunuh adikmu?" tanya Rangga to the point.
Butuh waktu bagi Kang Dae Hee menjawab, ia mulai menunjukan perubahan pada raut mukanya. Muka orang tak bersalah. Itulah dirinya sekarang saat ia menjawab, "ya benar, aku membunuh adikku. Yang kumau darimu adalah saat di pengadilan nanti, buat aku tak bersalah."
Rangga sudah menduga akan hal itu, dirinya hanya tertawa kecil melihat kebodohan yang ada di depannya. Lagi-lagi dirinya harus menyelamatkan seorang pendosa. Meski cara kotor sekalipun, Rangga tak pernah kalah pada kasusnya. Bahkan untuk kasus ini, ia berhasil membuat Kang Dae Hee dinyatakan tak bersalah.
"Pengacara Rangga, aku menghargai perbuatanmu. Datanglah ke Gereja Hanyang-dong ada sedikit hadiah untukmu." Itulah perkataan terakhir Kang Dae Hee setelah kasusnya selesai. Kesalahan besar yang ia lakukan saat itu adalah saat dirinya mengabaikan pesan dari Kang Dae Hee.
Sejak mengabaikan pesan dari Kang Dae Hee, Rangga selalu mendapat kasus yang berkaitan dengan Gereja Hanyang-dong, anehnya pada kasus itu ia selalu kalah di pengadilan. Kejanggalan pun mulai terlihat, karir Rangga mulai menurun. Setiap bulannya ia hanya menerima kasus yang sama, yaitu pembunuhan di Gereja Hanyang-dong dan selalu berakhir gagal karena menemui titik buntu. Alhasil, semua pelaku dalam kasus itu dinyatakan bersalah. Hal ini disebabkan bukan karena kemampuan bicara Rangga yang menurun, tapi karena memang bukti yang ada seperti sengaja disiapkan untuk membuktikan bahwa si pelaku bersalah. Anehnya, Rangga tak menerima protes dari para pelaku. Sebaliknya Rangga justru mendapatkan raut muka senyum syukur dari para pelaku seakan mereka berterima kasih kepada Rangga yang membuat mereka masuk ke dalam kurungan penjara.
Awal-awal Rangga mengabaikan keanehan yang ia rasakan, ia masih melakukan aktivitas seperti biasanya. Dirinya mulai terusik sejak ia mendapatkan sebuah kiriman paket yang berisi foto-foto tak terduga. Gambar yang terdapat dalam foto itu adalah sebuah potret para pelaku pembunuhan di Gereja Hanyang-dong dengan anjing yang sedang memakan sebuah daging di depan Gereja Hanyang-dong. Rangga tersentak, tatapan tak percaya dilontarkannya, ia menelisik dalam akan foto-foto yang ada di depan matanya itu. Teringat ucapan enam bulan lalu dari seorang yang pernah ia selamatkan kasusnya. Tak butuh waktu lama, ia mengambil jaket, dan kunci mobilnya dengan cepat. Kesadarannya sepenuhnya kembali, otak cerdasnya seakan merakit semua kasus yang ia alami dengan fakta yang ada. Gereja Hanyang-dong adalah sebuah gereja mati tanpa pengunjung sejak kasus pembantaian sepuluh tahun lalu, pelaku pembantain masih belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Para korbannya tak pernah ditemukan dengan tubuh lengkap, selalu ada yang hilang dari anggota badannya.
"Dasar bodoh! Kau bahkan tak menyadarinya!" Rangga merutuki dirinya selama perjalanan menuju ke gereja itu.
Tak butuh waktu lama, ia sampai pada tempat terlarang itu. Tempat yang membuatnya merubah pekerjaannya menjadi seorang pengacara. Ya benar, dulu Rangga adalah jaksa yang menangani kasus pembantaian Gereja Hanyang-dong, dirinya frustasi karena tak menemukan celah tentang pembunuh asli, egonya yang tinggi, gengsinya yang kokoh, membuat Rangga mengumpulkan bukti palsu untuk mempertahankan harga dirinya. Ia tak peduli siapa targetnya, yang hanya ia pedulikan adalah penghargaan setelah memenangkan kasus ini. Rangga terus merutuki kebodohannya yang tak sadar akan hal itu.
Pemandangan pertama yang ia lihat saat sampai di depan gereja itu sama dengan foto yang ia dapat. Ya, sejumlah anjing yang sedang memakan daging. Bau aneh menghampiri penciuman Rangga, ia pun mendekat ke anjing-anjing itu. Langkahnya goyah, tak sadar ia melangkah mundur menjauhi anjing itu, mulutnya terbuka tak percaya. Bau aneh, amis, dan darah bukan kehaluan yang Rangga rasakan, akan tetapi para anjing itu memang memakan potongan daging anggota badan manusia. Anggota badan yang sama dengan anggota badan para korban yang hilang pada kasus pembantaian sepuluh tahun lalu, yaitu tangan.
Menuruti rasa penasarannya, Rangga memasuki gereja yang tak terawat itu. Sarang laba-laba, debu, meja yang tak terawat, kursi yang rusak menambah hawa horor di sekitar Rangga. Langkah kaki ragu, tapi pasti Rangga melangkah maju menelisik dalam tentang fakta apa yang tersembunyi. Bau amis, busuk terus memaksa masuk ke dalam indra penciuman Rangga. Tapi ia tak goyah, dirinya seakan menemukan titik temu saat ia melihat sebuah ruangan gelap dengan pintu terbuka. Tanpa ragu Rangga memasuki ruangan itu. Gelap dan bau busuk itu adalah hal pasti yang Rangga dapat ketika memasuki ruangan itu.
Langkah Rangga semakin pelan, matanya semakin terbelalak ketika mendapati belatung yang ada pada setiap lantai yang ia pijak. Suara dentuman pintu tertutup membuat Rangga tersadar pada fokusnya, ia membalikkan badan dan mendapati bahwa pintu keluarnya sudah terkunci rapat. Ia tak bisa lari, apa yang ada di hadapannya adalah bayaran tentang apa yang dilakukannya selama ini. Tapi Rangga tak menyerah, ia berusaha mengeluarkan sebuah pisau yang ia simpan di jaketnya. Namun, tangannya lebih lambat dengan pisau yang menghunus punggungnya. Sebuah tangan menyentuh pundaknya, kepala orang itu mendekat ke telinga Rangga, menambah rasa tegang yang dirasakan. Sebuah suara familiar terdengar menyesakkan di telinga Rangga. Rasa menyesal, marah, benci tak bisa ia ungkapkan karena dirinya terpojok
"Kang Dae Hee!!" teriak Rangga kesal.
"Pengacara Rangga, aku sudah berbaik hati memberikanmu hadiah. Tapi kau mengabaikanku. Aku berterima kasih karena kau menyelamatkanku dua kali, berkatmu aku masih bebas hingga saat ini. Dan untuk saat ini kau harus berterimakasih padaku karena aku tak menyiksamu." Suara Kang Dae Hee memekik di telinga Rangga, pisau yang menghunus punggungnya semakin bertambah tekananya.
Rahang Rangga mengeras, gertakan gigi geraham terdengar sunyi, tangan mengepal kuat menyimpan amarah. Meski di situasi terpojok, Rangga tak tinggal diam . Dirinya menancapkan pisau yang telah diambilnya ke tangan Kang Dae Hee yang menancapkan pisau ke punggungnya. Pekikan dari mulut Kang Dae Hee menggema di seluruh ruangan. Tangannya terlepas, pijakannya goyah, badannya jatuh menahan sakit yang ada di tangannya. Sebelum Kang Dae Hee kembali pada kesadarannya, Rangga mencabut pisau yang ada pada tangan Kang Dae Hee dan menancapkannya kembali pada mahkota tubuhnya. Teriakan semakin kencang, tubuh Rangga semakin kehilangan tenaga, pijakannya goyah, penglihatannya kabur. Rangga tersungkur di lantai, ruangan itu semakin menggelap, telinganya menjadi tuli, darah mengalir tanpa perintah. Suasana kembali menjadi hening tak bersuara.
Komentar
Posting Komentar